Supaya lebih nyambung, baca dulu sinopsis drama Korea terbaru Gu Family Book episode 21 [part 1] yang disusun +Lilih Prilian Ari Pranowo*.
Sinopsis Gu Family Book Episode 21 [Part 2]
Tentu saja, Kang Chi tidak ingin Seo Hwa berada dalam bahaya. Saat Kang Chi bertanya kemana Ibunya, Gon masih berusaha menahan Kang Chi supaya tidak pergi. Namun, Yeo Wool menebak Seo Hwa tengah menuju Penginapan Seratus Tahun.Dan Kang Chi pun hendak ke sana. Yeo Wool yang mau ikut, meminta Kang Chi menunggunya sebentar mengambil pedang. Kang Chi tidak mengatakan apa-apa. Tapi, dilihat dari tatapannya, ia tidak ingin Yeo Wool turut serta bersamanya. Sewaktu Yeo Wool ke dalam, Kang Chi meminta Gon untuk menjaga Yeo Wool. Gon mengangguk mengerti. Lalu, Kang Chi beranjak dari situ.
Begitu keluar, Yeo Wool tidak menemukan Kang Chi. Yang ada cuma Gon seorang. Gon berkata Kang Chi menitipkan pesan untuk Yeo Wool. Sebuah pesan bahwa Kang Chi akan kembali.
“Kau tahu Kang Chi selalu menepati perkataannya kan,” hibur Gon kepada Yeo Wool yang tampak masgul dengan keputusan Kang Chi. “Jadi, kali ini dengarkan Kang Chi. Tunggu di sini. Ini bukan pertempuran untuk manusia.”
Yeo Wool beralasan bahwa Kang Chi tidak bisa bertempur sendirian. Harus ada dirinya untuk mensupport Kang Chi supaya Kang Chi tidak berubah wujud seperti sebelumnya.
Gon mengatakan bahwa Kang Chi sudah bisa melakukan itu sendiri tanpa bantuan Yeo Wool dan gelang sekalipun. Kang Chi sudah bisa mengendalikan perubahan wujudnya.
“Ia bisa melakukan itu tanpa aku?” Yeo Wool bertanya.
“Karena itu Yeo Wool, jangan khawatir. Kang Chi mungkin lebih kuat dari yang kita dan ia sendiri sadari,” Gon membesarkan hati Yeo Wool.
***
Setelah melepaskan gelang di pergelangan tangannya, Kang Chi melesat begitu cepat dengan kemampuan gumihonya. Ia pergi ke Penginapan Seratus Tahun.
***
Sementara itu, di depan Penginapan Seratus Tahun telah dibentuk barikade pengaman. Di baliknya, terdapat Jo Gwan Woong, Kepala Polisi, dan para tentara. Tidak lama kemudian, butiran-butiran hitam serta kabut bertiup ke arah mereka. Wol Ryung datang menampakkan dirinya.
Para polisi serta tentara gentar, demi melihat sosok Wol Ryung. Tapi, itu tidak berlaku bagi Jo Gwan Woong yang justru menatap Wol Ryung dengan tatapan menantang. Ditatap seperti itu oleh Jo Gwan Woong, Wol Ryung marah.
Setelah mengambil senjata, Jo Gwan Woong melangkah maju dan langsung mengarahkan senjata yang dibawanya ke arah Wol Ryung. Wol Ryung tersenyum sinis. Ia tidak berhenti, justru melangkah maju seperti biasa.
Apakah ini akhir cerita Wol Ryung? Berhasilkah Jo Gwan Woong membunuh Wol Ryung? Apabila, Wol Ryung ditembak kepalanya sampai terburai isi dan batoknya, benarkah ia takkan bisa hidup lagi?
Sayangnya, adegan sedikit brutality itu tidak dilanjutkan. Karena, Seo Hwa mendadak muncul di hadapan Wol Ryung, mengejutkan semua orang.
Dengan kelembutan dan penuh permohonan, namun tegas—ketegasan seorang wanita—, Seo Hwa berujar, “Sudah cukup! Hentikan, Wol Ryung! Kumohon hentikan di sini, Wol Ryung!”
Wol Ryung tidak menggubris ucapan Seo Hwa. Ia justru mencekik Seo Hwa, sehingga wanita itu kesulitan bernapas. Sambil menangis, Seo Hwa menyebut nama Wol Ryung. Ketika air mata mengalir di pipi Seo Hwa, Wol Ryung tersentak.
Kesempatan itu tidak disia-siakan Jo Gwan Woong yang kemudian mengangkat senjatanya, lalu menembak. Sigap, Wol Ryung bergerak melindungi Seo Hwa. Sampai-sampai punggungnya tertembak.
Seolah kalap, Jo Gwan Woong kembali memuntahkan pelurunya. Tembakannya kali ini tembus dan menyerempet lengan Seo Hwa.
Kang Chi yang sudah berada di pintu desa mendengar suara itu. Ia ingin bergegas, tapi seseorang menemuinya. Orang itu, Lee Soon Shin.
Seo Hwa shock demi melihat luka di tubuh Wol Ryung, yang terus mengeluarkan darah. Jeritannya terdengar pilu memanggil-manggil nama Wol Ryung. Seo Hwa berusaha menghentikan perdarahan yang keluar dari dada Wol Ryung.
Wol Ryung sendiri tidak berbicara apa-apa. Tatapan dinginnya, tidak lepas dari wajah Seo Hwa yang terus-menerus menangis. Lalu, secara perlahan-lahan, matanya kembali menghitam. Ia menjadi manusia sepenuhnya kembali. Seo Hwa melihat hal itu.
“Wol Ryung…” panggil Seo Hwa.
“S-Seo Hwa…” Wol Ryung juga memanggil Seo Hwa.
“Ya? Kau ingat?” Seo Hwa menangis sesunggukan.
“Aku merindukanmu,” Wol Ryung berujar. Air matanya terus mengalir tanpa bisa dibendung.
“Wol Ryung!” Seo Hwa memeluk suaminya. Suami istri itu saling berpelukan dengan tangis yang meleleh-leleh.
“Mari kita kembali sekarang. Ke Taman Cahaya Bulan tempat kita dulu tinggal,” ujar Seo Hwa.
Tepat pada saat itu, angin bertiup kencang. Semua orang berusaha melindungi wajah masing-masing. Ketika angin berhenti bertiup, keduanya—Wol Ryung dan Seo Hwa—telah menghilang.
***
“Tidak. Aku tidak bisa membiarkannya pergi seperti ini,” Kang Chi berkata kepada Lee Soon Shin.
“Biarkan dia pergi. Kau harus membiarkannya pergi, Kang Chi. Ini adalah pilihan terakhir ibumu untukmu,” sahut Lee Soon Shin. Ini permintaan yang diminta oleh Seo Hwa pada Lee Soon Shin saat ia berbicara empat mata [baca sinopsis Gu Family Book episode 21 [part 1]].
***
Flashback.
“Ini adalah permintaan terakhir seorang ibu yang tidak berguna. Tolong biarkan Kang Chi menjalani hidup yang ia inginkan. Berikan dia bimbingan dan perhatian. Aku tidak ingin puteraku melihatku pergi menjalani langkah terakhir dalam hidupku. Aku mohon.”
***
“Tidak. Akhirnya aku bertemu dengannya. Akhirnya sekarang aku bisa melihat wajah ibuku. Akhirnya aku bisa mencurahkan isi hatiku dan memanggilnya ‘ibu’. Aku tidak bisa! Aku tidak bisa membiarkannya pergi, Tuan!” kata Kang Chi menangis, mengungkapkan hatinya. “Biarkan aku pergi!”
Lee Soon Shin tetap mencoba menasihati Kang Chi supaya melepaskan Ibunya. Agar, keinginan Ibunya tidak sia-sia.
“Tuan!” Kang Chi berusaha mendebat karena frustasi.
Lee Soon Shin menjelaskan dengan lembut. “Tolong, pahami hati orang tua yang ingin melindungi anaknya.”
Kang Chi bersimpuh di tanah. Ia menangis menahan sesak seraya memukuli dadanya. Lee Soon Shin jongkok di depan Kang Chi dan meraih tangan pemuda itu. Ia juga mengusap air mata Kang Chi memakai tangannya. [baca sinopsis drama Korea terbaru lainnya]
Bukannya berhenti, air mata justru semakin tumpah di wajah Kang Chi, “Tuan…”
Lee Soon Shin memeluk Kang Chi. Tangis Kang Chi makin memecah. Lee Soon Shin pun tidak bisa menahan genangan air matanya. [Oh, rupanya mendekati Kang Chi, ternyata mau ikutan nangis juga :D]
***
Jo Gwan Woong menemui Seo Hwa, dan bertanya mengenai balas dendam yang telah direncanakan selama 20 tahun berakhir sia-sia. Seo Hwa tidak menggubris hal tersebut. Jo Gwan Woong mengatakan kalau dirinya memberi kesempatan terakhir kepada Seo Hwa. Datang kepadanya, dan ia akan melupakan semuanya dan menerima Seo Hwa.
“Ini adalah hukuman untukmu. Bahkan, selepas kau memiliki kekuasaan, uang, dan jabatan untuk menguasai Propinsi Selatan, kau tidak akan pernah merasa puas. Kau akan lebih haus, lebih lapar, lebih nekat. Tapi, kau tidak akan bisa mendapatkan apa yang kau inginkan. Itu adalah hukumanmu!” Seo Hwa mengucapkan semua kalimat itu dengan dingin.
Setelah mengatakan kalimat dingin itu, Seo Hwa pergi meninggalkan Jo Gwan Woong yang berteriak-teriak di belakangnya, marah.
Seo Hwa terbangun. Ternyata semua itu hanya mimpi. Ia masih berada di dalam gua Taman Cahaya Bulan. Ketika melihat sekeliling, semua masih tampak sama. Seo Hwa berjalan keluar dari gua. Tempat itu masih persis sama seperti 20 tahun silam, ketika dirinya baru kali pertama menjejakkan kaki ke tempat ini. Bedanya, dulu tempat itu penuh dengan butir-butir cahaya biru. Kini, butir-butir cahaya biru itu sudah tidak ada lagi.
“Kau sudah bangun?” Wol Ryung menegur Seo Hwa.
Dalam pandangan Seo Hwa, Wol Ryung tampak seperti seorang pria sejati 20 tahun silam. Dengan senyum menawan dan kelembutan yang indah. Sayang itu cuma bayangannya saja. Wol Ryung masih tetap iblis seribu tahun yang penuh penderitaan.
Sewaktu teringat luka Wol Ryung, Seo Hwa menanyakan apakah Wol Ryung baik-baik saja. Bukannya dijawab pertanyaan Seo Hwa, Wol Ryung malah mengatakan kalau ia hanya ingat nama dan wajah Seo Hwa saja. Sedangkan, hubungan maupun cerita cinta di antara mereka, Wol Ryung mengaku tidak ingat apapun.
Wol Ryung menambahkan kalau Seo Hwa sebaiknya kembali ke tempat manusia setelah matahari terbit. Karena, Wol Ryung menyatakan kalau dirinya mungkin akan kehilangan ingatan tentang Seo Hwa lagi, entah kapan. Jika itu terjadi, besar kemungkinan, Wol Ryung bisa membunuh Seo Hwa.
Wol Ryung berbalik pergi, hendak meninggalkan Seo Hwa.
“Maafkan aku, Wol Ryung!” ujar Seo Hwa.
Wol Ryung berhenti, tapi tidak berbalik.
“Waktu itu, aku masih sangat muda. Perasaanku tidak cukup besar untuk menanggung cintamu padaku. Aku minta maaf, karena telah melukaimu. Aku minta maaf, karena membuatmu sakit.”
Kata-kata yang diucapkan Seo Hwa sungguh manis, sehingga membuat Wol Ryung berkaca-kaca. Lalu, dari balik hanboknya, Seo Hwa mengeluarkan sebilah pisau kayu.
Seo Hwa mengatakan bahwa pisau kayu itu selalu bersamanya. Wol Ryung berbalik.
Seo Hwa mengatakan, “… Jika aku bertemu denganmu, jika aku bisa bertemu denganmu, jika mungkin aku akan mengembalikanmu seperti dulu. Aku akan mengembalikan semuanya seperti dulu.”
Wol Ryung tidak mengerti maksud Seo Hwa berkata, “Seo Hwa, apa yang sedang kaukatakan sekarang?”
“Dalam kehidupan abadimu, aku mungkin tak ubahnya sekelebat angin yang bertiup. Tapi, tetaplah mengingatku. Bagiku, kau adalah segalanya, Wol Ryung.”
Seo Hwa mengarahkan pisau kayu itu ke jantungnya sendiri. Dan… jleb!!!
Pisau kayu itu menancapkan ke dadanya Seo Hwa.
“Tidak! Seo Hwa!” Wol Ryung menangkap Seo Hwa, “Tidak, Seo Hwa! Seo Hwa!”
Sebelum menghembuskan napas pungkasan, Seo Hwa sempat menatap Wol Ryung. Kini, Wol Ryung mengingat semuanya. Di mata Wol Ryung, Seo Hwa menjadi seorang gadis seperti 20 tahun lalu.
Wol Ryung mau mencabut pisau kayu itu dari dada Seo Hwa. Tapi, Seo Hwa menahannya sambil memegangi pisau itu erat-erat.
“Lepaskan tanganmu. Seo Hwa! Lepaskan tanganmu!” pekik Wol Ryung.
“Aku mencintaimu, Wol Ryung. Dan aku minta maaf. Hanya ini yang bisa kulakukan untuk cintaku,” Seo Hwa berkata terbata-bata.
Tangan Seo Hwa mencoba menyentuh wajah Wol Ryung dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya. Wol Ryung mengeluarkan air mata. Ia menggenggam erat tangan Seo Hwa.
Seo Hwa tersenyum.
“Seo Hwa…”
Seo Hwa pun menghembuskan napas terakhir.
Wol Ryung meraung-raung. Sambil menangis, ia memeluk Seo Hwa. “Tidak! Tidaaaaakk, Seo Hwa! Tidak, Seo Hwa! Seo Hwa!”
Ketika Wol Ryung kembali pada Wol Ryung yang dulu, butiran-butiran cahaya biru muncul. Ia tidak lagi menjadi iblis seribu tahun. Dan ia melihat Seo Hwa yang sekarang.
“Kau tidak boleh, Seo Hwa! Aku tidak membencimu. Aku hanya sangat merindukanmu. Kau tidak boleh! Aku tidak menyalahkanmu. Aku hanya sangat mencintaimu, Seo Hwa. Aku mencintaimu, Seo Hwa! Seo Hwa! Tidak, Seo Hwa! Bukalah matamu,” Wol Ryung meratapi kematian Seo Hwa.
***
So Jung melihat keluar jendela dengan tatapan sedih. Saat itu hujan turun dengan deras. Kepala Pelayan Chungwagwan menyerahkan surat kepada Gisaeng Chun. Kang Chi mengirimkan surat itu sebagai jawaban atas pertanyaan Gisaeng Chun untuknya. Lalu, Gisaeng Chun membuka surat yang cuma ditulisi satu huruf: “Ibu”.
“Ketika menebang pohon, aku melihat huruf “bon” (akar). Rumah yang menjadi akar bagiku adalah orang yang melahirkan aku. Yaitu, Ibuku.”
Gisaeng Chun meletakkan surat itu di atas meja. Sambil menghela napas, ia melihat hujan lebat.
***
Kang Chi tertatih-tatih berjalan kembali ke Moo Hyung Do Gam tanpa peduli hujan yang terus membasahi tubuhnya. Di tengah jalan, ia melihat Yeo Wool jongkok sambil membawa payung. Rupanya, Yeo Wool tengah menunggu kepulang Kang Chi. Melihat Yeo Wool, Kang Chi kembali sedih.
Begitu melihat Kang Chi, Yeo Wool bangkit. Mereka saling berhadap-hadapan.
“Kang Chi-ah…”
“Yeo Wool-ah…”
Pandangan Yeo Wool tertuju pada pergelangan tangan Kang Chi. Ia tidak memakai gelang darinya, tapi masih tetap berwujud manusia. Kata-kata Gon sebelumnya teringang-ingang di benak Yeo Wool. Benar rupanya jika Kang Chi sudah bisa mengendalikan perubahan wujud, tanpa dirinya tanpa gelang.
Yeo Wool teringat percakapannya dengan Ayahnya.
***
“Sekarang saatnya kau berhenti dan membiarkannya pergi, Yeo Wool,” tukas Ayahnya.
“Ayah, apa yang Ayah katakan?” sahut Yeo Wool.
“Supaya Kang Chi dapat mencari Buku Keluarga Gu sekarang. Ayah rasa Kang Chi harus pergi. Dan, kita harus membiarkannya pergi.”
“Ayah…”
“Buatlah ia pergi, Yeo Wool. Kau harus melepaskannya agar Kang Chi bisa pergi.”
***
Yeo Wool menghampiri Kang Chi dan memayunginya.
“Kau sudah kembali,” ucap Yeo Wool.
Kang Chi mengangguk. “Aku kembali.”
“Dan ibumu?”
“Ibuku… Ibuku…”
Yeo Wool langsung paham kalau telah tahu terjadi sesuatu. Kang Chi memeluk Yeo Wool erat-erat.
“Ibuku pergi. Ibuku… Ibuku….” Kang Chi tak meneruskan kata-katanya, air mata keburu membanjiri wajahnya.
Sedangkan, Yeo Wool tak banyak berkata-kata. Ia hanya berusaha meredam kegalauan yang tengah melanda Kang Chi dengan menepuk-nepuk punggungnya. Dan, mencoba berempati kepadanya.
“Yeo Wool-ah…” Kang Chi memeluk Yeo Wool lebih erat.
“Sekarang biarkan dia pergi, Yeo Wool-ah,” kata-kata ayahnya kembali terngiang. Yeo Wool menangis. “Kau harus melepaskan agar Kang Chi bisa pergi.”
----------
*) Seorang cerpenis internet, yang mengelola dua blog, yaitu Plot Kreatif dan Lilih Notes. Sering nge-twet di @LilihPrilianAP. Sinopsis drama korea terbaru ini merupakan sinopsis keempat yang disusunnya.
kenapa yeo weol harus ngelepas kang chi? bukannya si wol ryung juga dulu nyari buku keluarga gu sambil tinggal bareng sama seo hwa? emang dasar guru dam gx mau aja anaknya bersatu sama mahkluk gumiho, pake alasan demi kebaikan kang chi..padahal kan kang chi bisa kok nyari buku itu dengan adanya yeo weol disampingnya. -_-
ReplyDelete