Pada adegan pertama “The Heirs” episode 1, kita dibawa ke California yang memiliki Hollywood, Disneyland, dan pantai yang dipenuhi orang-orang bule sedang berjemur pada musim panas. Sementara itu, di tengah-tengah laut, seorang pria asyik meliuk-liuk ke sana ke mari menaiki ombak dengan papan surfingnya. Pria ini bernama Kim Tan (Lee Min Ho).
Kim Tan tak sendirian bermain selancar. Dia begitu menikmati waktu bersama teman-teman – salah seorang di antaranya bernama Jay. Jay segera mencium teman wanitanya. Sedangkan, Kim Tan memberi pelukan hangat. Besar kemungkinan Kim Tan tetap menikmati kehidupannya, namun tak ingin larut dengan cara yang begitu bodoh.
Hatinya berucap menegaskan hal tersebut, “Pada hari kepergianku belajar ke luar negeri, kakak mengucapkan salam perpisahan padaku dengan sederhana, singkat dan jujur.”
Kim Tan masih ingat dengan jelas kejadian di hari itu. Ketika sang kakak, Kim Won (Choi Jin Hyuk), mengatakan padanya supaya tak perlu belajar dengan giat. Apabila Kim Tan tak fasih berbahasa Inggris, Kim Tan tak usah mempelajarinya. “Hiduplah sesukamu, tanpa merasa khawatir ataupun perlu berpikir. Itulah yang biasa dilakukan oleh anak-anak keluarga kaya, tak usah punya mimpi. Dan kalau bisa, jangan pernah kembali.”
“Pada saat itu, aku menyadari kalau kepergiannya ke Amerika bukanlah untuk belajar, namun karena diasingkan. Kakak sudah lebih dulu mengambil kembali apa yang akan kuambil di masa yang akan datang.”
Kim Tan memandang keluar restoran dengan tatapan bosan. Seorang pelayan datang ke meja mereka untuk menawarkan refill kopi dalam bahasa Korea. Jay menanyakan apa Kim Tan tidak menyalahkan kakaknya yang membenci dirinya, ibunya yang telah melahirkannya, atau ayah yang tak pernah mau berpihak padanya?
Di dalam benak, Kim Tan menjawab, “Aku terlalu malas untuk menyalahkan seseorang.”
Choi Young Do (Kim Woo Bin) melakukan latihan lemparan baseball-nya ditemani dua anteknya. Dan tembok dekat taman sekolah yang jadi targetnya dengan seorang temannya berdiri mematung di sana dengan ketakutan. Young Do bertanya. “Hai teman, apa rencanamu untuk liburan nanti? Kalau aku tak bertemu denganmu, aku akan merindukanmu. Iya kan?”
Dua antek Young Do tertawa demi melihat sasarannya gemetaran, walau tubuhnya sengaja tidak dikenai lemparan. Young Do bertanya kembali, “Kenapa? Apakah kau benar-benar tak rindu padaku? Kau benar-benar tak berperasaan, ya?” Kemudian, Young Do melempar bola itu dengan keras. Bull eyes, bola itu mengenai tangan sasarannya, membuat si empunya tangan menjerit kesakitan.
Seolah tengah bersandiwara, Young Do tertawa-tawa sekaligus meminta maaf, “Kau tak terluka, kan?”
Seorang dari antek Young mengatakan jika lemparan Young Do mulai kacau. Karena itu, dia meminta Young Do untuk berhati-hati. Salah-salah, jika ada yang melihat kelakuan mereka, bisa disangka sedang membully orang.
Bukannya mundur, Young Do malah menyuruh anteknya itu bergantian berdiri di tembok menggantikan posisi anak itu. Antek Young Do yang lain coba menghentikan itu. Namun, urung dilakukan setelah Young Do mengancamnya juga.
Akhirnya, anteknya itu mengikuti apa yang dikatakan Young Do dan dengan percaya diri menyuruh Young Do untuk melemparkan bola ke arahnya. Young Do tersenyum dan berkata jika bukan dia yang akan melemparkan bola. Dia memberikan bola pada si anak itu dengan cara melempar. Kemudian mengatakan jika kini adalah gilirannya.
Anak itu merasa ragu-ragu juga takut. Young Do tertawa melihatnya, “Kau akan dipukuli jika kau melemparnya. Kau juga akan dipukuli jika kau tak melemparnya. Masalahmu adalah kau akan dipukuli oleh orang yang berkuasa atau orang yang sedikit berkuasa. Dan kenyataannya adalah, masalah dalam hidupmu akan terus seperti ini bahkan di masa yang akan datang.”
Anak itu menahan emosi mendengar ucapan Young Do. Namun, Young Do justru memprovokasinya, “Kenapa? Karena ketika kita dewasa, kami akan menjadi atasanmu. Cepat putuskan.”
Kedua teman Young Do terpingkal-pingkal dengan candaan tersebut – akhirnya memahami maksud Young Do. Anak itu gemetaran. Frustasi tidak bisa menahan emosinya, dia akhirnya melemparkan bola itu ke cermin. Young Do tertawa, “Kau ini, walaupun miskin, tapi kau adalah tipe yang memiliki harga diri. Kalau begitu, jagalah terus badanmu itu karena kesehatanlah yang paling penting.”
Young Do pura-pura ngeri melihat hal tersebut, kemudian mengemasi barang-barangnya, “Uhh.. Aku benar-benar takut, sepertinya aku harus melarikan diri sekarang. Sampai bertemu di semester depan dan selamat berlibur!”
Young Do pergi meninggalkan ruangan itu, di belakangnya anak itu dipukuli kedua temannya.
Young Do mengambil pesanan motor barunya. Si pemilik toko membanggakan onderdil-onderdil yang ia pesan dari luar negeri. Tanpa memandang sedikitpun pada si pemilik toko, Young Do bertanya, “Apa kau menyombongkan dengan menggunakan uangku?”
Seorang gadis, Cha Eun Sang (Park Shin Hye) masuk toko untuk mengantarkan pesanan ayam goreng seharga 16.100 won. Salah seorang teknisi menggoda Eun Sang, mengapa harus ada lebih 100 won, apakah Eun Sang akan membeli permen dengan 100 won itu?
Eun Sang tidak menjawab pertanyaan guyonan itu. Dia malah meminta supaya mereka segera membayar. Pria itu menyuruh Eun Sang tidak perlu jual mahal. Bahkan, dia menawarkan diri untuk menjemput Eun Sang selepas kerja.
Eun Sang menghela napas, kemudian mengeluarkan handphonenya. Dia berkata di telepon, “Halo, saya adalah murid SMA yang sedang bekerja paruh waktu…”
Para pria kesepian itu langsung panik begitu tahu Eun Sang menelepon polisi. Mereka langsung merebut handphone Eun Sang, lalu mengatakan bahwa mereka hanya bercanda. Mereka segera membayar Eun Sang. Eun Sang pun pergi.
Young Do memperhatikan Eun Sang, ketika gadis itu melewatinya begitu.
Rupanya di samping bekerja sebagai tukang delivery service ayam goreng, Eun Sang juga part time di kedai kopi. Dia sangat melayani pelanggannya, sampai-sampai tak menyadari jika Yoon Chan Young (Kang Min Hyuk) telah duduk di salah satu meja selama 30 menit dan tekun belajar.
Eun Sang kesal karena Chan Young telah duduk begitu saja tanpa memesan apapun. Jika tahu bos-nya pasti akan memarahinya. Chan Young tertawa dan berkata jika Bo Na belumlah datang. Eun Sang malah meneruskan omelannya ketika mendengar nama pacar Chan Young disebut, “Benar-benar.. Dari sekian banyak kedai kopi di Seoul, kenapa juga…”
Omelan Eun Sang berhenti karena Chan Young mengulurkan payung padanya. Payung itu ia pinjamkan pada Eun Sang karena hujan akan turun di perjalanan Eun Sang ke pekerjaan paruh waktu berikutnya.
Payung itu membuat amarah Eun Sang lumer. Dia duduk dan tersenyum menerima payung itu, “Kalau kau berikan padaku, lalu bagaimana dengan pacarmu?”
Chan Young tersenyum dan sambil menutupkan jaket ke atas kepalanya, ia berkata kalau Bo Na adalah salah satu tokoh dalam film. *Maksudnya, Bo Na suka dengan tindakan romantis seperti dalam film-film, dan ia akan menggunakan jaketnya untuk memayungi mereka berdua.*
Eun Sang cemberut. Chan Young menyuruh Eun Sang supaya lekas-lekas mencari pacar. Namun, dalam bayangan Eun Sang, pacaran itu mahal, “Apa kau pikir aku punya waktu untuk punya pacar?”
Chan Young menghela napas, menandakan kekhawatirannya. Dia lantas bertanya, sebenarnya berapa banyak pekerjaan Eun Sang saat ini? Eun Sang mengatakan jika cuma pekerjaan part time di surga yang belum pernah ia lakukan.
Chan Young terus memandangi Eun Sang dengan tatapan khawatir. Tiba-tiba saja terdengar suara, “Yoon Chan Young, turunkan pandangan matamu!”
Eun Sang menghela napas kesal melihat kedatangan Lee Bo Na (Krystal Jung). Sepertinya kedua gadis itu sama-sama saling tak menyukai satu sama lain. Bo Na langsung saja duduk di samping Chan Young dan menegur Eun Sang, “Bukankah kamu sudah kularang agar tak menggoda pacarku?”
“Apa kau pikir aku secantik itu?”
“Aku nggak pernah menyebutmu cantik!” sergah Bo Na.
“Memang, tapi kau yang benar-benar cantik,” tukas Eun Sang bosan. “Jadi berhentilah membuang waktu si pekerja paruh waktu ini. Kalian mau memesan atau pergi dari sini?”
Bo Na menyindir jika pelayan di kedai kopi ini sungguh tidak sopan. Disindir seperti itu, Eun Sang menjawabnya sarkastik, “Astaga, aku ketahuan!”
Bo Na semakin jengkel, kemudian mengajak Chan Young segera pergi, “Kamu kan akan pergi besok. Jadi kamu akan buang-buang waktu kalau menghabiskan waktu dengannya.”
Eun Sang terheran-heran, lantaran dia baru mendengar jika Chan Young akan pergi. Chan Young tampak tidak mau memberitahu jika dia memang akan pergi. Bo Na cepat-cepat menutup mulut pacarnya supaya tidak buka suara lebih banyak lagi pada Eun Sang, “Hanya aku yang boleh tahu!”
Bo Na kemudian menarik Chan Young pergi. Namun, segera berhenti untuk memperhatikan penampilan Chan Young. “Tunggu. Bukannya sudah kukatakan kalau kamu harus pakai sesuatu yang warnanya merah karena warna itu sedang in tahun ini!”
Chan Young malah menunjukkan sepatunya, dan makin membuat Bo Na naik pitam. “Itu bukan merah! Itu merah marun! Kamu ini benar-benar tak berguna. Ayo pergi!”
Chan Young mengucapkan selamat tinggal pada Eun Sang. Tapi, Bo Na terus menariknya Na. Eun Sang melihat kepergian dua orang itu sambil menggerutu, “Dasar anak-anak orang kaya yang tak berguna.” Tapi, wajah jengkelnya melunak, saat melihat Chan Young mengusap-usap kepala Bo Na dengan penuh kasih sayang.
Di jalan, Bo Na mengungkapkan perasaannya, “Aku nggak suka Cha Eun Sang. Aku benar-benar membencinya. Sangat benci padanya. Benci sekali!”
“Jangan seperti itu,” jawab Chan Young kalem.
Bo Na segera membentak, “Aku semakin membencinya kalau kamu berkata seperti itu! Dia itu miskin tapi ia memandang rendah padaku. Ia bahkan tak minder padaku. Ia tahu semua tentang masa kecilmu, sedangkan aku tak tahu apa-apa. Cha Eun Sang benar-benar membuatku kesal!”
“Kalau kesal, kamu akan keriput, loh,” canda Chan Young.
Bo Na memandang pacarnya dengan marah. Chan Young pun menenangkan hati Bo Na dengan mengatakan jika dia dan Eun Sang cuma teman biasa. Tapi, Bo Na tetap mencurigainya, “Kamu ini bercanda, ya. Di dunia ini nggak ada yang namanya persahabatan antara laki-laki dan perempuan!”
Bukan cuma Bo Na yang membenci Eun Sang, Eun Sang pun begitu. Segera setelah kepergian mereka, dia menelepon kakaknya untuk mengungkapkan ketidaksukaannya pada Bo Na yang sering berganti baju bermerek setiap hari, seolah-olah duitnya tinggal metik. Ia pun tak menyukai Bo Na, karena ke mana-mana selalu diantar mobil lengkap dengan sopirnya.
Eun Sang menanyakan kabar kakannya yang sedang bersekolah di Amerika, “Kamu beruntung, kak, bisa kuliah di Amerika. Aku merindukanmu.”
Rupanya, Eun Sang terhubung dengan rekaman di telepon, di sebuah rumah yang terdapat seorang gadis Korea yang sedang marah-marah karena sang pacar ketahuan menyeleweng. Gadis Korea itu adalah Kakak Eun Sang. Dia juga pelayan part time yang kerja di rumah makan tempat Kim Tan ngobrol sebelumnya. Namun, sang pacar bukannya insyaf justru menampar dan mengusir Kakak Eun Sang jika tak suka melihatnya selingkuh.
Eun Sang menutup telepon. Dia terkejut hujan telah turun. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Eun Sang langsung mengambil payung dan membukanya. Sayang, payungnya tidak mau terbuka. Dia memutuskan untuk meneduh di sebuah toko sambil terus mencoba membuka payungnya. Di toko itu tergantung dreamcatcher berwarna ungu dan biru. Selama beberapa saat Eun Sang terpana mengagumi benda itu.
Ketika payung Eun Sang akhirnya terbuka, Eun Sang malah kaget sendiri. Dia tetap menoleh ke ke dalam toko, mengagumi dreamcatcher itu.
Bersambung ke sinopsis “The Heirs” episode 1 part 2
0 komentar:
Post a Comment